Rabu, 01 Juni 2016



Macam-Macam Akhlak Tercela

Akhlak tercela (Akhlakul mazmumah), yaitu segala tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat, dan hal tersebut sangat di benci oleh Allah SWT.

1. Kufur
2. Riya’
3. Nifaq
4. Syirik
5. Sombong


Definisi Kufur

kufur secara bahasa berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’ kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasulnya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya.

1. Jenis Kufur
Kufur ada dua jenis : Kufur Besar dan Kufur Kecil

a. Kufur Besar
Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Kufur besar ada lima macam

• Kufur Karena Mendustakan
Dalilnya adalah firman Allah.


‘Artinya : Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala yang hak itu datang kepadanya ? Bukankah dalam Neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir ?” [Al-Ankabut : 68]

• Kufur Karena Enggan dan Sombong, Padahal Membenarkan.
Dalilnya firman Allah.



“Artinya : Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, ‘Tunduklah kamu kepada Adam’. Lalu mereka tunduk kecuali iblis, ia enggan dan congkak dan adalah ia termasuk orang-orang kafir” [Al-Baqarah : 34]

• Kufur Karena Ragu
Dalilnya adalah firman Allah.



“Artinya : Dan ia memasuki kebunnya, sedang ia aniaya terhadap dirinya sendiri ; ia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira Hari Kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, niscaya akan kudapati tempat kembali yang baik” Temannya (yang mukmin) berkata kepadanya, ‘Apakah engkau kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian Dia menjadikan kamu seorang laki-laki ? Tapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah Rabbku dan aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun” [Al-Kahfi : 35-38]










• Kufur Karena Berpaling
Dalilnya adalah firman Allah.



“Artinya : Dan orang-orang itu berpaling dari peringatan yang disampaikan kepada mereka” [Al-Ahqaf : 3]

• Kufur Karena Nifaq
Dalilnya adalah firman Allah


“Artinya : Yang demikian itu adalah karena mereka beriman (secara) lahirnya lalu kafir (secara batinnya), kemudian hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti” [Al-Munafiqun : 3]

• Kufur Kecil

Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan ia adalah kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar. Seperti kufur nikmat, sebagaimana yang disebutkan dalam firmanNya.



“Artinya : Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkari dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir” [An-Nahl : 83]

Termasuk juga membunuh orang muslim, sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Mencaci orang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Janganlah kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggel leher sebagian yang lain” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Termasuk juga bersumpah dengan nama selain Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik” [At-Tirmidzi dan dihasankannya, serta dishahihkan oleh Al-Hakim]

Yang demikian itu karena Allah tetap menjadikan para pelaku dosa sebagai orang-orang mukmin. Allah berfirman.


“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenan dengan orang-orang yang dibunuh” [Al-Baqarah : 178]


















Allah tidak mengeluarkan orang yang membunuh dari golongan orang-orang beriman, bahkan menjadikannya sebagai saudara bagi wali yang (berhak melakukan) qishash.

Allah berfirman




“Artinya : Maka barangsiapa mendapat suatu pemaafan dari saudarnya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yangmemberi maaf dengan cara yang baik (pula)” Al-Baqarah : 178]

Yang dimaksud dengan saudara dalam ayat di atas –tanpa diargukan lagi- adalah saudara seagama, berdasarkan firman Allah.


“Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” [Al-Hujurat : 9-10]

Pengertian Riya'

Riya’ merupakan mashdar dari raa-a yuraa-i yang maknanya adalah melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji. Termasuk ke dalam riya’ juga yaitu sum’ah, yakni agar orang lain mendengar apa yang kita lakukan lalu kitapun dipuji dan tenar.

Riya’ dan semua derivatnya itu merupakan akhlaq yang tercela dan merupakan sifat orang-orang munafiq. Allah berfirman:




“Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (An-Nisaa’: 142)

Riya’ ini termasuk syirik ashgar namun terkadang bisa juga sampai pada derajat syirik akbar. Al-Imam Ibnul Qayyim berkata ketika memberikan perumpamaan untuk syirik ashgar: “Syirik ashgar itu seumpama riya’ yang ringan.”

Perkataan beliau ini mengindikasikan bahwa ada riya’ yang berat yang bisa sampai pada derajat syirik akbar, wallahu a’lam.

Suatu ibadah yang tercampuri oleh riya’, maka tidak lepas dari tiga 3 keadaan:

1. Yang menjadi motivator dilakukannya ibadah tersebut sejak awal adalah memang riya’ seperti misalnya seorang yang melakukan sholat agar manusia melihatnya sehingga disebut sebagai orang yang shalih dan rajin beribadah. Dia sama sekali tidak mengharapkan pahala dari Allah. Yang seperti ini jelas merupakan syirik dan ibadahnya batal.

2.Riya tersebut muncul di tengah pelaksanaan ibadah. Yakni yang menjadi motivator awal sebenarnya mengharapkan pahala dari Allah namun kemudian di tengah jalan terbersit lah riya’. Yang seperti ini maka terbagi dalam dua kondisi:




a.Jika bagian akhir ibadah tersebut tidak terikat atau tidak ada hubungannya dengan bagian awal ibadah, maka ibadah yang bagian awal sah sedangkan yang bagian akhir batal. Contohnya seperti yang disampaikan yaitu seseorang bershadaqah dengan ikhlash sebesar 100 ribu, kemudian dia melihat di dompet masih ada sisa, lalu dia tambah shodaqahnya 100 ribu kedua namun dicampuri riya. Nah dalam kondisi ini, 100 ribu pertama sah dan berpahala sedangkan 100 ribu yang kedua gugur.

b.Jika bagian akhir ibadah tersebut terikat atau berhubungan dengan bagian awalnya maka hal ini juga terbagi dalam dua keadaan:




Kalau pelakunya melawan riya’ tersebut dan sama sekali tidak ingin terbuai serta berusaha bersungguh-sungguh untuk tetap ikhlash sampai ibadahnya selesai, maka bisikan riya’ ini tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap nilai pahala ibadah tersebut. Dalilnya adalah sabda Nabi:

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku akan apa yang terbersit di benaknya selama hal itu belum dilakukan atau diucapkan.” (HR Al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Contohnya adalah seseorang yang sholat dua rakaat dan sejak awal ia ikhlas karena Allah semata. Pada rakaat kedua terbersitlah riya di hatinya lataran dia sadar ada orang yang sedang memperhatikannya. Namun ia melawannya dan terus berusaha agar tetap ikhlash karena Allah semata. Nah yang demikian ini maka shalatnya tidak rusak insya Allah dan dia tetap akan mendapatkan pahala sholatnya.

Pelakunya tidak berusaha melawan riya’ yang muncul bahkan larut dan terbuai di dalamnya. Yang demikian ini maka rusak dan gugur pahala ibadahnya. Contohnya adalah seperti yang disebutkan yaitu seseorang shalat maghrib ikhlash karena Allah semata. Di rakaat kedua muncul lah riya’ di hatinya. Nah kalau dia ini hanyut dalam riya’nya dan tidak berusaha melawan maka gugurlah sholatnya.

3.Riya tersebut muncul setelah ibadah itu selesai dilaksanakan. Yang demikian ini maka tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap ibadahnya tadi.








Namun perlu dicatat, jika apa yang dilakukan adalah sesuatu yang mengandung benih permusuhan seperti misalnya al-mannu wal adzaa dalam bershadaqah, maka yang demikian ini akan menghapus pahalanya. Allah berfirman:



Artinya : “Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (Al-Baqarah: 264)




Bukan termasuk riya’ seseorang yang merasa senang apabila ibadahnya diketahui orang lain setelah ibadah itu selesai ditunaikan. Dan bukan termasuk ke dalam riya juga apabila seseorang merasa senang dan bangga dalam menunaikan suatu keta’atan, bahkan yang demikian ini termasuk bukti keimanannya. Nabi bersabda: “Barangsiapa yang kebaikannya membuat dia senang serta kejelekannya membuat dia sedih, maka dia adalah seorang mu’min (sejati).” (HR. At-Tirmidzi dari Umar bin Khaththab)
Dan Nabi pernah ditanya yang semisal ini kemudin bersabda: “Yang demikian itu merupakan kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mu’min.” (HR. Muslim dari Abu Dzar).









Definisi Nifaq

Menurut bahasa:

“Nafiqaa”: salah satu lobang tempat keluarnya yarbu (hewan sejenis tikus) dari sarangnya, dimana jika ia dicari dari lobang yang satu, ia akan keluar dari lobang yang satunya.
“Nafaq”: lobang tempat bersembunyi

Menurut syara’: menampakkan keislaman dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan.
Jenis Nifaq

a) Nifaq I’tiqadi (keyakinan)

Ada 4 macam:

1. Mendustakan Rasulullah atau mendustakan sebagaian dari apa yang beliau bawa
2. Membenci Rasulullah atau membenci sebagian apa yang beliau bawa
3. Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah
4. Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah

b) Nifaq Amali (Perbuatan)

Perbedaan antara Nifaq besar dan Nifaq kecil

1. Nifaq besar : Mengeluarkan pelakunya dari agama Islam
Nifaq kecil : Tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam
2. Nifaq besar : Berbedanya yang lahir dgn yang bathin dalam hal keyakinan
Nifaq kecil : Berbedanya yang lahir dengan yang bathin dalam hal perbuatan
3. Nifaq besar : Tidak terjadi dari seorang mu’min
Nifaq kecil : Bisa terjadi dari seorang mu’min
4. Nifaq besar : Pada ghalibnya pelaku nifaq besar tidak bertaubat
Nifaq kecil : Pelakunya dapat bertaubat kepada Allah, sehingga Allah menerima taubatnya





Definisi Syirik

Syirik yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Umumnya menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah, yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah disamping berdo'a kepada Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya.

Karena itu, barangsiapa menyembah selain Allah berarti ia meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar.



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.



"Artinya : Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar"[ Luqman: 13]

Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepadaNya, jika ia meninggal dunia dalam kemusyrikannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar".[An-Nisaa': 48]











Surga-pun Diharamkan Atas Orang Musyrik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.



"Artinya : Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun"[ Al-Maa-idah: 72]


Syirik Menghapuskan Pahala Segala Amal Kebaikan.
Allah Azza wa Jalla berfirman.




"Artinya : Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan" [Al-An'am: 88]

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.



"Artinya : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi" [Az-Zumar: 65]


Orang Musyrik Itu Halal Darah Dan Hartanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.




"Artinya : ...Maka bunuhlah orang-orang musyirikin dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian..."[At-Taubah: 5]


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka telah melakukan hal tersebut, maka darah dan harta mereka aku lindungi kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka ada pada Allah Azza wa jalla"

Syirik adalah dosa besar yang paling besar, kezhaliman yang paling zhalim dan kemungkaran yang paling mungkar.

JENIS-JENIS SYIRIK

Syirik Ada Dua Jenis : Syirik Besar dan Syirik Kecil

• Syirik Besar
Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat daripadanya.

Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.
Syirik Besar Itu Ada Empat Macam

a. Syirik Do'a, yaitu di samping dia berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia juga berdo'a kepada selainNya.

b. Syirik Niat, Keinginan dan Tujuan, yaitu ia menunjukkan suatu ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.

c. Syirik Ketaatan, yaitu mentaati kepada selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah

d. Syirik Mahabbah (Kecintaan), yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan.

• Syirik Kecil.
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (perantara) kepada syirik besar.

Syirik Kecil Ada Dua Macam

a. Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik"

Qutailah Radhiyallahuma menuturkan bahwa ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Kamu mengucapkan: "Atas kehendak Allah dan kehendakmu" dan mengucapkan: "Demi Ka'bah". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para Shahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, "Demi Allah Pemilik Ka'bah" dan mengucapkan: "Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu"

Syirik dalam bentuk ucapan, yaitu perkataan.
"Kalau bukan karena kehendak Allah dan kehendak fulan"
Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah.
"Kalau bukan karena kehendak Allah, kemudian karena kehendak si fulan"

Kata (kemudian) menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah.

b. Syirik Khafi (Tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya' (ingin dipuji orang) dan sum'ah (ingin didengar orang) dan lainnya.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. "Mereka (para Shahabat) bertanya: "Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?" .Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Yaitu riya'"




Definisi Sombong

SOMBONG bererti terasa kelebihan dan kehebatan yang ada pada diri sendiri, kemudian ditambah dengan sifat suka menghina dan merendahkan orang lain. Orang sombong memandang rendah manusia lain kerana berasakan sesuatu kelebihan yang ada pada diri mereka.

Begitulah sombongnya Iblis yang enggan sujud kepada Nabi Adam. Tidak cukup dengan kesombongannya kepada Allah, lalu ia menempelak: “Mana bisa aku bersujud kepada manusia, kerana aku dijadikan dari api yang mulia, sedangkan Adam dijadikan dari tanah yang hina.

Penyakit sombong akan menyerang sesiapa saja, baik lelaki atau perempuan, golongan bangsawan atau bawahan, berjawatan tinggi ataupun pengemis di jalanan.



Allah berfirman yang bermaksud:



“Aku akan belokkan dari keterangan-Ku, orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi, di luar kebenaran.” (Surah al-A’raaf, ayat 146)


Sombong yang paling keji ialah bersifat sombong terhadap Allah. Tercatat dalam al-Quran, antara manusia yang pernah sombong terhadap Allah ialah Namrud yang ingin memerangi tuhan, keduanya Raja Firaun yang pernah mengaku dirinya Tuhan.

Allah berfirman yang bermaksud:



“Sesungguhnya, orang yang menyombongkan dirinya dari menyembah Aku, akan masuk neraka jahanam dengan kehinaan.” (Surah al-Mu’min, ayat 60)

Sombong yang kedua ialah bersifat sombong kepada Rasul dan ajarannya seperti tidak mengiktiraf rasul yang diutus Tuhan kerana kemiskinan dan kehinaan keturunan, seperti Firaun yang mengaku dan menganggap dirinya tuhan, tidak mengaku Nabi Musa rasul utusan Allah.

Begitu juga Abu Lahab serta kaum Quraisy yang enggan menerima Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman.

Oleh itu mari kita memeriksa diri, apakah kita sudah dijangkiti virus sombong ini atau tanpa diketahui kita adalah salah seorang penghidap serius penyakit itu selama berpuluh tahun.

Iman Al-Ghazali menyimpulkan ada tujuh cara untuk mengenali seseorang yang sedang dan sudah menghidap penyakit hati yang merbahaya ini :
Pertama, kelebihan seseorang kerana pengetahuan ilmunya, baik ilmu dunia atau ilmu akhirat. Apabila ilmu sudah penuh di dada dia menganggap semua orang lain jahil belaka, semua orang buta dan jika ada pandangan yang bernas tetapi tidak diterimanya.


Orang sombong seumpama ini, menghendaki dirinya selalu dihormati oleh orang lain terutama ketika di khalayak ramai, oleh anak muridnya dan orang bawahannya serta sentiasa meminta diberi layanan mulia.







Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:

“Tidak akan masuk neraka, orang yang di dalam hatinya ada seberat sebiji sawi darinya iman, dan tidak akan masuk syurga yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi darinya sombong.” (Hadis riwayat Muslim dan Abu Daud)
Keduanya kerana kelebihan beribadat seseorang. Penyakit orang ahli abid yang merasa diri mereka terlalu banyak beribadat berbanding dengan orang lain sehingga menganggap orang lain tidak mampu beribadat seperti mereka.

Sedangkan mereka terpedaya dengan tipu daya syaitan. Rasulullah SAW mengingatkan melalui sabda Baginda yang bermaksud:

“Bahawa siapa yang memuji dirinya sendiri atas suatu amal salih, bererti sudah tersesat daripada mensyukurinya, dan gugurlah segala amal perbuatannya.”

Jika kita bersifat seperti ini, menghina orang yang tidak bersembahyang atau apabila orang mengerjakan maksiat, lantas menggelengkan kepala dan terdetik di dalam hati, “Apa nak jadi dengan kamu semua. Mengapa tidak alim dan warak seperti aku,” maka kita adalah dalam kategori orang yang berpenyakit sombong. Oleh itu, bersegeralah bertaubat atas kejelekan akhlak.
Perkara ketiga yang membuatkan kita sombong ialah kerana ego memperkasakan keturunan, bangga kita berketurunan mulia lagi bangsawan, suka menyebut nama datuk nenek moyang kita yang dulunya dikatakan keramat atau hebat.

Sifat sombong seperti ini tidak ubah seperti kaum Bani Israel yang dilaknat Tuhan, seperti termaktub dalam al-Quran. Mereka bangga dengan keturunan mereka yang banyak menjadi nabi ikutan, konon keturunan mulia dikasihi tuhan.

Mereka rakus melakukan apa saja termasuk membunuh golongan lemah kerana keegoan menganggap orang lain tidak semulia mereka. Seandainya kita zalim, bangga dengan status keturunan, maka kesombongan itu sama dengan kesombongan kaum Bani Israel yang dilaknat tuhan.
Perkara keempat menjadikan kita beroleh sombong ialah kerana berasa diri cantik dan sempurna malah memandang orang lain dengan hina, seperti merendah-rendah ciptaan Allah hingga sanggup menyindir atau memberi gelaran tidak baik seperti pendek, berkulit hitam atau gemuk.

Sifat sombong kelima berpunca daripada kelebihan harta diberi Allah membuat kita lupa daratan, berbangga dengan kekayaan yang ada, rumah besar, kereta mewah hingga memandang rendah orang yang kurang berada.
Keenam, sombong kerana kekuatan dan kegagahan diri. Semua orang akan dibuli kerana kuatnya badan kita tidak terperi, hingga boleh memakan kaca seperti mengunyah. Boleh menarik bas dan lori hanya dengan gigi. Boleh dihempap badan dengan batu dan besi.

Akhirnya yang ketujuh kata Imam Ghazali, ialah sombong dan berbangga kerana ramainya pengikut setia di belakang diri, sepertinya orang alim berbangga dengan ramainya murid yang memuji. Guru silat pula berbangga dengan ramainya murid yang tidak lut ditetak dan dijilat api.

Justeru, hendaklah memeriksa diri sama ada tujuh perkara yang membawa kepada penyakit sombong ada pada kita atau tidak. Penawarnya ada di tangan sendiri kerana penyakit sombong hanya akan memakan diri.

Nabi Muhammad SAW bersabda yang bermaksud:

“Orang yang sombong, keras kepala dan takbur, akan dikumpulkan pada hari kiamat, dalam bentuk semut yang kecil, yang dipijak mereka oleh manusia, kerana hinanya mereka pada Allah.” (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Abu Hurairah).

SEJARAH ISLAM


Pendahuluan
Peradaban Islam dan kebudayaan Yunani merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan. Mungkin keimpulan seperti itulah yang muncul ketika penulis membaca buku seorang kristenArab, Jamil Shaliba yang berjudul al-Falsafah al-Arabiyyah. Pilar-pilar peradaban Islam yang berhasil melahirkan filsuf, dokter, astronom, ahli matematika hingga hukum berkelas dunia tidak bisa dilepaskan begitu saja dari jasa-jasa ilmuan yang berasal dari kebudayaan pra-Islam, seperti kebudayaan Yunani, Persia dan India.
Berangkat dari tesis itu, penulis sepakat untuk mengatakan bahwa kebudayaan Yunani telah memberikan andil yang sangat besar bagi bangunan peradaban Islam klasik.  Agar uraian tulisan ini tidak melebar terlalu jauh, penulis akan mengerucutkan wilayah peradaban Islam pada bidang filsafat.  Filsafat sebagai khazanah Islam telah membuktikan diri sebagai lokomotif utama bagi gerakan pengetahuan yang kemudian menjadi fondasi bagi peradaban Islam. Keterbukaan umat Islam terhadap khazanah klasik pra-Islam memberikan ruang bagi proses penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India. Proses penerjemahan ini memiliki pengaruh pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan pengetahuan dalam dunia Islam. Filsafat dalam hal ini menjadi bidang yang cukup digandrungi oleh sebagian intelektual Islam pada masa itu.
Lantas bagaimanakah proses penyebaran dan pembentukan filsafat dalam dunia Islam? Filsafat yang berasal dari kata Yunani, Philosophia, berarti cinta kebijaksanaan. Kata ini kemudian diserap ke dalam bahasaArab menjadi al-falsafah, sementara orang yang menggeluti bidang ini disebut al-falasifah (para filsuf). Filsafat Islam dalam hal ini adalah sebuah produk dari proses pemikiran yang dihasilkan oleh para sarjana muslim klasik setelah mengalami persinggungan dengan kebudayaan Yunani. Karena, seperti yang sudah penulis sampaikan, kata filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani mulai dikenal oleh umat Islam setelah membaca buku-buku pemikir dari Yunani.  Orang Islam pertama yang dikenal sebagai filsuf Islam pertama adalah Abu Ya’qub ibn Ishaq al-Kindi (Wafat sekitar 257 H/ 870 M).
Uraian tentang transmisi kebudayaan Yunani dalam peradaban Islam ini akan penulis mulai dengan perkenalan umat Islam akan kebudayaan-kebudayaan besar pra-Islam yang ada di beberapa wilayah kekuasaan umat Islam yang sedang meluas saat itu. Perkenalan yang didasari atas semangat Islam yang menganjurkan untuk mempelajari pengetahuan dari siapa pun berlanjut pada proses penerjemahan besar-besaran selama kurang lebih dua abad, dari awal abad ketujuh hingga akhir abad kedelapan. Proses penerjemahan ini meliputi dari berbagai kebudayaan, khususnya dari Yunani kemudian Persia dan India. Selama kurang dari dua abad ini, yang terjadi adalah sebuah proses penerjemahan yang melibatkan banyak intelektual Kristen Nestorian yang kebetulan mahir dalam beberapa bahasa penting saat itu, Yunani, Suryani danArab. Baru setelah banyak buku-buku dari kebudayaan non-Islam diterjemahkan ke dalam bahasaArab, mulailah bermunculan produk-produk pemikiran yang disebut filsafat Islam.
Pertautan Dengan Kebudayaan Pra-Islam
Setelah Nabi Muhammad Saw. wafat pada 632 M, para shahabat berkumpul di Majlis Bani Tsaqifah untuk memilih seorang khalifah (pengganti Nabi).  Melalui sebuah proses konsensus yang cukup panas dan menegangkan akhirnya muncul Abu Bakar al-Siddiq sebagai khalifah pertama umat Islam. Estafet kepemimpinan kemudian dilanjutkan oleh Umar ibn Khattab. Pada masa Umar terjadi  gelombang ekspansi untuk pertama kalinya. Tahun 635 M, kota Damaskus  jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Tahun 641, Aleksandria menyerah pada tentara Islam di bawah pimpinan ‘Amr Ibn al-‘Ash. Singkat kata, dengan terjadinya gelombang ekspansi pertama ini, semenanjungArab, Palestina, Suria, Irak, Persia dan Mesir sudah masuk dalam wilayah kekuasaan Islam. Paska Umar, kekhalifahan dilanjutkan oleh Utsman ibn Affan, mantu Nabi Muhammad Saw. Namun karena terjadi kecemburuan kekuasaan akibat dari sikap nepotisme Utsman, kekuasaannya  diakhiri dengan pembunuhan terhadap dirinya.  Kekhalifahan umat Islam saat itu betul-betul mengalami ujian berat. Kemudian tampil Ali sebagai pengganti Utsman. Namun kepemimpinan Ali telah membuat kecewa kubu Utsman karena tidak berhasil mengusut kematian Utsman hingga tuntas.  Kepemimpinan Ali ini menjadi puncak dari sistem kekhalifahan dalam sejarah Islam yang kemudian akhirnya digantikan dengan sistem dinasti.
Setelah terjadi perang saudara antara Ali dan Mu’awiyah yang menjadi gubernur Damaskus saat itu, konflik kekuasaan di tubuh kekhalifahan memuncak hingga akhirnya Ali pun dibunuh oleh kelompok yang berasal dari kubunya sendiri karena telah menerima tahkim (arbitrase) dari pihak Mu’awiyah. Pada 661 M, Mu’awiyah membangun dinasti Bani Umayah dan dimulailah gelombang ekspansi yang kedua. Perluasan kekuasaan yang sudah dimulai sejak zaman Umar dilanjutkan kembali setelah beberapa lama banyak mengurusi masalah internal.
Namun konflik internal kembali terjadi di lingkungan dinasti yang menyebabkan kekuasaan Bani Umayah hanya berlangsung selama kurang lebih sembilanpuluh tahun dan kemudian diambil alih oleh Bani  ‘Abbasiyah (keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muttallib – Paman Nabi). Bani Abbasiyah diwarisi kekuasaan yang cukup luas, meliputi Spanyol, Afrika Utara, Suriah, SemenanjungArabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan dan sebagian wilayah Asia Tengah. Di beberapa wilayah kekuasaan itu merupakan pusat kebudayaan besar seperti Yunani, Suryani, Persia dan India. Karenanya beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan pada pengembangan pengetahuan.
Semangat agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, terekspresi pada masa kekuasaan Bani ‘Abbasiyah, khususnya pada waktu khalifah al-Ma’mun (berkuasa sejak 813-833 M). Penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasaArab terjadi secara besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat hijriyah. Perpustakaan besar Bait al-hikmah didirikan oleh khalifah al-Ma’mun di Baghdad yang kemudian menjadi pusat penerjemahan dan intelektual. Sebuah perpustakaan yang sangat bagus sekali yang tidak didapatkan contohnya di dalam kebudayaan Eropa Barat. Para penerjemah yang pada umumnya adalah kamu Nasrani dan Yahudi  bahkan penyembah bintang digaji dengan harga yang sangat tinggi.
Buku-buku yang ditejemahkan terdiri dari berbagai bahasa, mulai dari bahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin. Keberagaman sumber pengetahuan dan kebudayaan inilah yang kemudian membentuk corak filsafat Islam selanjutnya.  Dan perlu dikui bahwa di antara banyak pengetahuan dan kebudayaan yang ditejemahkan ke dalam bahasaArab, karya-karya klasik Yunani adalah yang paling banyak menyita perhatian. Khususnya karya-karya filsuf besar Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Beberapa karya dari kebudayaan Persia dan India hanya meliputi masalah-masalah astronomi, kedokteran dan sedikit tentang ajaran-ajaran agama. Seperti karya Al-Biruni (w. 1048), sejarahwan  dan astronom muslim terkemuka, Tahqiq ma li Al-Hind min Maqulah (Kebenaran Ihwal Kepercayaan Rakyat India). Dalam tulisannya itu ia menguraikan kepercayaan fundamental orang-otang Hindu dan menyejajarkannya dengan filsafat Yunani. Atau terjemahan Ibn Al-Muqaffa’ (w. 759) yang berjudul Kalilah wa Dimnah (Fabel-fabel Tentang Guru) diterjemahkan dari bahasa Sanskerta yang merupakan penegetahuan sastra Persia.
Seperti yang dikatakan oleh Shaliba dalam bukunya, Al-falsafah Al-‘arabiyah, terbentuknya filsafat Islam terjadi dalam dua tahap. Pertama tahap penerjemahan dan kedua tahap produksi pengetahuan atau pemikiran. Setelah melewati tahap penerjemahan maka mulailah bermunculan filsuf-filsuf Islam yang mengambil jalur metode filsafat Yunani seperti yang dimulai dari al-Kindi hingga Ibnu Khaldun. Menurut Fazlur Rahman, yang disebut filsafat Islam dalam hubungannya dengan filsafat Yunani harus dilihat dalam konteks hubungan “bentuk-materi.” Jadi filsafat Islam sebenarnya adalah adalah filsafat Yunani secara material namun diaktualkan dalam bentuk sistem yang bermerk Islam. Sehingga dengan demikian tidaklah mungkin untuk mengatakan bahwa filsafat Islam hanya merupakan carbon copy dari filsafat Yunani atau HelenismeSementara Shaliba yang kurang lebih sependapat dengan pendapat Rahman, ia mengatakan bahwa salah satu perbedaan filsafat Islam dengan Yunani ada pada maksud dan tujuannya. Menurutnya, tujuan dari filsafat Yunani adalah lebih dilatarbelakangi nilai estetis sementara dalam filsafat Islam karena dorongan ajaran agama (Islam).
Penerjemah dan Buku-buku Yang Diterjemahkan
Perpustakaan Bait al-Hikmah yang didirikan oleh khalifah al-Ma’mun berisi para penerjemah yang terdiri dari orang Yahudi, Kristen dan para penyembah Bintang. Di antara para penerjemah yang cukup terkenal dengan produk terjemahannya itu adalah Yahya ibn al-Bitriq (wafat 200 H/ 815 M) yang banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran pemikir Yunani, seperti Kitab al-hayawan (buku tentang makhluk hidup) dan Timaeus karya Plato. Al-Hajjaj ibn Mathar yang hidup pada masa pemerintahan al-Ma’mun dan telah menerjemahkan buku Euklids ke dalam bahasaArab serta menafsirkan buku al-Majisti karya Ptolemaeus. Abd al-Masih ibn Na’imah al-Himsi (wafat 220 H/ 835 M) yang menerjemahkan buku Sophistica karya Aristoteles.  Yuhana ibn Masawaih seorang dokter pandai dari Jundisapur (Wafat 242 H/ 857 M) yang kemudian diangkat oleh khalifah al-Ma’mun sebagai kepala perpustakaan bait al-hikmah, banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran klasik.
Seorang penerjemah yang sangat terkenal karena banyak terjemahan yang dilahirkannya adalah Hunain ibn Ishaq al-Abadi yang merupakan seorang Kristen Nestorian (194-260 H/ 810-873 M). Ia adalah seorang penerjemah yang dikumpulkan  oleh Yuhana Ibn Masawaih dan kemudian belajar ilmu kedokteran darinya. Ia menguasai beberapa bahasa penting saat itu karena memuat banyak kebudayaan besar, seperti bahasa Persia, Yunani, Yunani dan bahasaArab. Hasil terjemahan Hunain ini dihargai emas oleh khalifah setimbang dengan berat buku yang diterjemahkannya. Buku-buku yang besar saat itu ia ringkas sehingga dapat dibaca dengan mudah oleh orang yang menggelutinya. Di antara buku yang ia terjemahkan ke dalam bahasaArab adalah buku Politicus, Timaues karya Plato dan Etika serta fisika karya Aristoteles. Masih banyak penerjemah yang lain yang telah menyumbangkan kemahiran dan penguasaan pengetahuan mereka bagi khazanah perpustakaan Bait al-Hikmah.
Di antara buku-buku filsafat terpenting yang diterjemahkan ke dalam bahasaArab oleh tim yang terdiri atas Hunain, Hubaisy sepupu Hunain dan Isa ibn Yahya murid Hunain adalah Analytica posteriora karya Aristoteles, Synopsis of the Ethics karya Galen serta ringkasan karya-karya Plato seperti Sophist, Permenides, Politicus, Republic dan Laws. Sementara karya-karya Aristoteles seperti Categories, Hermeneutica, Generation and Corruption, Nichomachean Ethics diarabkan oleh Ishaq ibn Hunain dari bahasa Suryani.  Selain proses penerjemahan, masih cukup banyak juga buku-buku Yunani dan Suryani yang ditafsirkan atau diringkas oleh para penerjemah yang kebetulan menguasai pengetahuan tentang isi buku tersebut.
Namun demikian, proses penerjemahan yang terjadi secara besar-besaran ini tidak semuanya berhasil mancapai hasil yang sukses sebagai sebuah terjemahan yang layak. Ada beberapa buku terjemahan yang bahkan menyulitkan pembaca untuk memahami isi buku. Di antara orang yang menderita akibat buruknys mutu sebuah terjemahan adalah Ibnu Sina. Menurut Jamil Shaliba, Ibnu Sina pernah membaca  buku terjemahan Metafisika Aristoteles sebanyak empat puluh kali, tetapi ia sama sekali tidak dapat mengerti maksud dari tulisan tersebut. Hal ini setidaknya dikarenakan dua hal, pertama karena memang sulit dan begitu dalamnya tulisan Aristoteles tentang Metafisika dan kedua karena kesulitan proses penerjemahannnya ke dalam bahasaArab. Buruknya beberapa mutu terjemahan juga dikarenakan metode terjemahan yang terlalu harfiah dari bahasa non-Arab ke dalam bahasaArab. Ibnu Abi Usbu’aih pernah mengkategorikan tingkat mutu terjemahan ketika itu, yakni tingkat baik seperti terjemahan Hunain ibn Ishaq dan anaknya Ishaq Ibn Hunain, tingkat sedang ada pada terjemahan Ibnu Na’imah dan Tsabit ibn Qurrah. Dan tingkat yang ketiga adalah buruk, seperti yang ada pada terjemahan Ibn al-Bitriq.
Motivasi Gerakan Penerjemahan
Setidaknya ada dua motivasi yang mendorong gerakan penerjemahan yang sudah dimulai sejak zaman Bani Umayah dan kemudian menemukan puncaknya pada dinasti Bani ‘Abbasiyah. Pertama motovasi praktis dan kedua motivasi kultural. Pada motivasi yang pertama (ba’its ‘amali), ada kebutuhan pada bangsaArab saat itu untuk mempelajari ilmu-ilmu yang berasal dari luar Islam. Pengetahuan-pengetahuan tersebut secara praktis dapat membantu meringankan urusan-urusan yang berkenaan dengan hajat hidup umat Islam ketika itu. Yang dimaksud dengan pengetahuan-pengetahuan luar yang dibutuhkan oleh umat Islam saat itu adalah seperti ilmu-ilmu Kimia, kedokteran, fisika, matematika, dan falak (astronomi). Ilmu-ilmu ini secara praktis memang langsung berhubungan dengan hajat hidup umat Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah seperti penentuan waktu Shalat, hukum faraidl (pembagian harta waris), masalah kesehatan dan lain sebagainya.
Motivasi yang kedua adalah motivasi kultural (ba’its tsaqafi). Ada kebutuhan pada masyarakat Islam untuk mempelajari kebudayaan-kebudayaan Persia, Yunani untuk menguatkan sistem hukum Islam dan menangkal aqidah yang datang dari luar Islam. Ketika terjadi gelombang kebudayaan luar dalam dunia Islam yang meliputi aqidah kaum Majusi (penyembah api) dan kaum Dahriah, kekhalifahan ‘Abbasiyah mengangap perlu bagi kaum muslim untuk mempelajari ilmu-ilmu logika serta sistem berpikir rasionalis lainnya untuk menangkal aqidah yang datang dari luar itu. Umat Islam dianjurkan untuk mempelajari logika Aristoteles, agar dapat berdebat dengan keyakinan yang datang dari luar.
Selain itu ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Ibn al-Nadim tentang motivasi penerjemahan buku-buku filsafat pada masa kekuasaan khalifah al-Ma’mun. Ia menceritakan bahwa pada suatu malam, khalifah al-Ma’mun bermimpi berjumpa dengan seorang laki-laki yang memakai pakaian putih, jidatnya botak, alisnya menyambung dan mata agak kebiru-biruan. Laki-laki ini duduk di atas singgasana khalifah al-Ma’mun. Kemudian khalifah al-Ma’mun bertanya kepada laki-laki itu, “siapa engkau?”. Laki-laki itu menjawab “aku Aristoteles.” Dalam mimpi itu, khalifah al-Ma’mun merasa sangat senang karena dapat bertemu dengan filsuf yang menjadi pujaannya. Kemudian al-Ma’mun bertanya kepada laki-laki yang mengaku sebagai Aristoteles, “wahai sang filsuf, aku ingin bertanya, apa itu ‘baik’?” Laki-laki itu menjawab: “baik itu adalah apa yang baik menurut akal.” “Kemudian apa lagi wahai sang filsuf ?”, khalifah bertanya lagi. “apa yang baik menurut syari’at” laki-laki itu menjawab lagi. “Kemudian apa lagi wahai sang filsuf?” khalifah bertanya lagi. “Apa yang baik menurut kebanyakan (jumhur)” laki-laki itu menjawab, dan tidak ada setelah itu.
Sepintas lalu mungkin kita akan menyimpulkan  bahwa mimpi khalifah al-Ma’mun itu hanya sekedar bagian dari kembang tidur semata. Namun Ibn al-Nadim, dalam bukunya al-Fihrist, sangat meyakini bahwa mimpi itu menjadi motivator yang cukup kuat bagi al-Ma’mun untuk menggerakkan penerjemahan pada masa kekuasaannya. Sampai-sampai ia mengirim surat kepada raja Romawi untuk meminta izinnya agar buku-buku yang ada di kerajaan Romawi dapat diterjemahkan oleh para penerjemah yang ada di perpustakaan Bait al-Hikmah. Namun dalam catatan yang lain, gerakan penerjemahan itu buka semata-mata karena mimpi yang dialami oleh sang khalifah, melainkan lebih dikarenakan dari hasil renungan atas mimpi itu bahwa proses penerjemahan yang ia lakukan itu baik dari perspektif nalar maupun syariat. Selain itu mungkin saja terjadinya mimpi itu juga dikarenakan oleh kecenderungan sang khalifah pada mazhab mu’tazilah.
Di balik gencarnya penerjemahan buku-buku Yunani yang dilakukan oleh umat Islam pada masa itu, ada sebuah bidang yang tidak terlalu diminati, yakni bidang sastra, seperti karya Homerus. Mengapa? Ada banyak jawaban atas pertanyaan ini. Di antaranya adalah karena adanya keyakinan dalam masyarakatArab bahwa sastraArab bersifat self sufficient, sehingga  mereka tidak terlalu memperhatikan buku-buku sastra yang ada dalam bahasa Yunani. Selain itu sastra juga tidak memberikan pengaruh apa pun tehadap proses penguatan aqidah umat Islam. Namun argumentasi ini tidak terlalu kuat karena pada sisi yang lain umat Islam  cukup gemar menerjemahkan buku-buku sastra yang berasal dari kebudayaan Persia dan India yang kebetulan beragama Majusi dan Dahriah. Sehingga muncul alasan yang lain bahwa tidak adanya minat umat Islam untuk menerjemahkan karya sastra Yunani lebih dikarenakan tidak cocoknya karya sastra Yunani bagi masyarakatArab bila dibandingkan dengan karya sastra dari Persia dan India. Sehingga dengan demikian, alasan tidak berkembangnya penerjemahan sastra Yunani tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja.
Pengaruh Karya-karya Terjemahan
Proses penerjemahan yang berlangsung selama kurang lebih dua abad telah menjadi berkah yang besar bagi umat Islam saat itu. Hal ini dapat dipahami karena proses penerjemahan ini menjadi mediator dalam dialog antara kebudayaan pengetahuan pra-Islam dengan umat Islam yang sedang haus ilmu. Khazanah kebudayaan besar yang meliputi Yunani, Persia dan India sedang mengalami kesepian di negerinya sendiri, di dunia Islam, karya-karya tersebut mendapatkan sambutan yang sangat luar biasa. Sampai-sampai seorang khalifah mau membayar sebuah buku yang sudah diterjemahkan dengan nilai emas seberat buku tersebut. Selain itu, motivasi ini juga dilatarbelakangi oleh keyakinan umat Islam saat itu bahwa peradaban hanya dapat dibangun dengan ilmu pengetahuan yang kuat. Dan dalam melakukan proses itu, Islam yang baru saja berdiri tidak dapat melakukan tugas itu sendirian, melainkan harus dibantu dengan khazanah kebudayaan besar yang ada sebelumnya.
Pengaruh dari proses penerjemahan ini dapat kita lihat pada perkembangan dunia kedokteran, astronomi, matematika, hukum (qiyas dalam ilmu fiqih), politik dan filsafat itu sendiri. Dalam kedokteran, kita mengenal Ibnu Sina, politik pada al-Farabi, matematika pada al-Biruni, astronomi pada Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, sejarah peradaban pada Ibnu Khaldun dan masih banyak lagi para sarjana muslim klasik yang telah menorehkan tinta emasnya bagi peradaban Islam karena bersentuhan dengan karya-karya kebudayaan pra-Islam yang sudah diterjemahkan. Dalam proses penerjemahan itu juga terjadi penyerapan bahasa Yunani yang kemudian menjadi bahasaArab. Seperti kata al-falsafah, al-musiqy, al-kimya, al-jigrafiyah dan lainnya
Perpaduan antara semangat umat Islam dengan kebudayaan pra-Islam melahirkan sebuah sintesa yang tidak sederhana. Sintesa yang dihasilkan bukan hanya sekedar penjiplakan pengetahuan sebelumnya yang kemudian diberi label Islam karena telah diterjemahkan ke dalam bahasaArab. Lebih dari itu, sintesa ini juga meliputi proses reproduksi yang giat dilakukan oleh para ilmuan muslim. Karya-karya filsafat yang diterjemahkan dari bahasa Yunani tidak berhenti hanya pada hasil terjemahan namun telah merangsang para intelektual muslim untuk mengomentari atau sekedar memberikan sebuah penafsiran atas karya-karya filsuf Yunani itu.
Warna kebudayaan ilmiah pra-Islam yang dominan pada pandangan dunia umat Islam dapat kita lihat dalam bentuk corak berpikir rasional atau dalam metode historis yang dikembangkan oleh para periwayat hadits. Dalam teks-teks yang ditulis pada masa itu, cukup banyak metode atau tradisi filosofis yang tersaji dalam  kajian-kajian ilmu alam. Terutama pada kajian-kajian yang mendasarkan diri pada matematika. Hukum qiyas atau analogi adalah salah satu pengaruh logika yang dapat kita lihat dalam wilayah fikih. Pengaruh-pengaruh ini menjadi inheren dalam kebudayaan Islam sehingga dalam proses sejarah yang panjang kadang kita sulit untuk membedakan mana yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi.
Beberapa Aliran Filsafat Dalam Islam
Cukup sulit untuk mengklasifikasikan kecenderungan filsafat Islam dalam satu aliran yang rigid. Sebagai contoh, paham Neoplatonisme yang berkembang di kalangan filsuf Islam dianggap sebagai titik temu ajaran Plato dan Aristoteles.  Padahal, pada saat ini kita mengetahui bahwa dua filsuf ini memiliki jalan yang berbeda dengan Neoplatonisme yang dimaksud. Buku yang dianggap sebagai karya Aristoteles saat itu adalah Theology. Namun belakangan diketahui bahwa buku tersebut adalah karya tambahan dari Enneads-nya Plotinus.  Karenanya akan lebih aman bila kita mengatakan bahwa ada banyak corak Neoplatonisme dari pada hanya ada satu corak Neoplatonisme. Hal serupa juga dinyatakan oleh cak Nur dalam bukunya, Islam Doktrin dan Peradaban, bahwa paham Neoplatonisme yang sampai dan berkembang di kalangan filsuf Islam sudah tercampur dengan penafsiran Aristotelianisme. Sementara ajaran Aristoteles yang dipelajari oleh para filsuf Islam sebenarnya sudah bukan ajaran Aristoteles yang murni melainkan ajaran-ajaran dari para penafsir Aristoteles. Sehingga dengan demikian bukan Aristoteles sendiri yang berpengaruh dalam filsafat Islam melainkan Aristotelianisme
Untuk meneropong beberapa kecenderungan aliran dalam filsafat Islam, penulis menyajikan dua aliran yang menjadi kecenderungan sebagian besar filsuf Islam, yakni aliran Peripatetik dan aliran Iluminasi. Pada umumnya gaya berfilsafat peripatetik menjadi kecenderungan para filsuf Islam yang berada di wilayah barat seperti Andalusia. Sementara pada aliran Iluminasi, mereka yang mencoba memadukan filsafat Yunani dengan kebijaksanaan timur (oriental wisdom), pada umumnya berdiam di wilayah bagian timur seperti Persia dan Suriah.
Peripatetisme
Filsafat peripatetik dapat kita lihat pada gejala Aristotelianisme. Para filsuf Islam yang masuk dalam kategori filsuf peripatetik diantaranya adalah Ibnu Bajjah (wafat 533 H/ 1138 M), Ibnu Tufail (wafat 581 H/ 1185 M) dan Ibnu Rushd (520-595 H/1126-1198 M). Abad ke-11 menjadi saksi atas munculnya sejumlah ilmuwan  yang meletakkan dasar-dasar ilmiah yang genuine. Puncak dari perjalanan ini ada pada kelahiran kembali Aristotelianisme. Peripatetik yang dalam bahasaArab dikenal dengan nama al-Masyai’yyah berarti orang yang berjalan diambil dari kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan dalam mengajar.
Untuk melihat corak filsafat peripatetik, ada baiknya bila kita melihat beberapa filsuf yang berasal dari wilayah barat ini sekilas. Ibnu Bajjah  yang dikenal Avempace dalam bahasa latin telah menempatkan diri sebagai filsuf yang berdiri pada tradisi Neoplatonik-Peripatetik yang diperkenalkan oleh al-Farabi. Bagi Ibnu Bajjah, al-Farabi adalah satu-satunya guru logika, politik dan metafisika yang berasal dari wilayah timur. Tampaknya Ibnu Bajjah memiliki hubungan yang cukup dekat dengan filsuf wilayah timur yang satu ini. Hal ini dapat kita lihat juga pada karya Ibnu Bajjah yang berjudul Tadbir al-Mutawahhid yang mendasarkan pada pemikiran al-Farabi dengan cukup kental. Kedekatannya dengan al-Farabi yang dikenal sebagai guru kedua dalam filsafat di mana guru pertamanya adalah Aristoteles telah memberi warna tersendiri bagi metode filsafat Ibnu Bajjah.
Salah satu pemikiran Ibnu Bajjah adalah tentang empat tipe mahluk spiritual. Tipe pertama adalah bentuk-bentuk dari benda-benda langit (forms of the heavenly bodies) yang sama sekali bersifat imateriil. Ibnu Bajjah menyamakan tipe ini dengan akal-akal terpisah (separate intelligences) yang dalam kosmologi Aristotelian dan Islam diyakini sebagai penggerak benda-benda langit. Tipe kedua adalah akal capaian (mustafad) atau akal aktif yang juga bersifat immateriil. Tipe ketiga adalah bentuk-bentuk materiil yang diabstraksikan dari materi. Sedangkan tipe yang keempat adalah representasi-representasi yang tersimpan dalam tiga daya jiwa: sensus communis, imajinasi dan memori. Seperti bentuk-bentuk materiil, bentuk-bentuk ini juga dinaikkan ke tingkat spiritual melalui fungsi abstraktif yang terdapat pada jiwa manusia. Puncak dari fungsi abstraktif ini ialah pemikiran rasional.
Tokoh filsafat perpatetik lainnya adalah Ibnu Tufail yang lahir di Wadi ‘Asy dekat Granada. Salah satu karya yang cukup terkenal dari Ibnu Tufail adalah sebuah roman yang berjudul Hayy ibn Yaqzhan. Judul karya ini memang sama dengan dengan karya yang telah dibuat sebelumnya oleh Ibnu Sina. Dalam buku ini, Ibnu Tufail menekankan kebijaksanaan timur yang dapat diidentifikasikan sebagai tasawuf yang saat itu banyak ditolak oleh banyak filsuf, termasuk Ibnu Bajjah. Melalui karyanya ini, Ibnu Tufail mengaku dapat memecahkan pertentangan yang timbul antara filsafat dan agama atau akal dan iman. Dua hal yang bertentangan ini dapat diumpamakan sebagai kebenaran internal dan kebenaran eksternal yang pada prinsipnya sama-sama kebenaran. Namun dua macam kebenaran ini tidak bisa digeneralisasikan untuk siapa saja tanpa melihat kecerdasan yang dimiliki oleh orang bersangkutan. Karena kebenaran filsafat hanya dapat dicapai oleh orang-orang khusus yang memiliki kecerdasan yang tinggi maka ia tidak bisa diberikan begitu saja kepada orang awam. Sementara kebenaran agama yang melalui kitab suci Alquran yang menggunakan bahasa inderawi dan makna-makna harfiah akan dapat dengan mudah difahami oleh orang pada umumnya (awam).
Ibnu Rushd merupakan tokoh puncak dalam aliran filsafat peripatetik. Karena perkembangan filsafat paska Ibnu Rushd sudah mengambil jalan yang lain, yakni Iluminasi. Ia lahir pada 1126 M di Kordoba dan mempelajari banyak bidang, mulai bahasaArab, fikih, kalam hingga kedokteran. Seorang khalifah pernah memerintahkannya untuk menjelaskan karya-karya Aristoteles karena sangat sulit untuk dipahami. Ibnu Rushd menulis komentar secara komprenhensif mengenai karya-karya Aristoteles kecuali politics. Karya Aristoteles, Physics, Metaphysics, De Anima, De Coelo dan Analytica posteriora dikomentari oleh Ibnu Rushd dalam tiga versi, “komentar lengkap”, “komentar sedang” dan “komentar singkat.” Karya-karya Ibnu Rushd yang lebih orisinal dapat kita baca pada polemiknya dengan Imam al-Ghazali tentang kesesatan para filsuf pada Tahafut al-Tahafut (kerancuan dari buku Tahafut karya al-Ghazali). Atau pada Fashl al-Maqal dan al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillah yang menyerang teologi al-Asy’ary dan menjelaskan hubungan filsafat dan agama yang sangat hangat pada saat itu
Dalam perdebantannya dengan para teolog mengenai penciptaan, Ibnu Rushd banyak diinspirasikan oleh pandangn Aristoteles. Menurut Ibnu Rushd, ‘penciptaan’ merupakan tindakan menggabungkan materi dengan bentuk atau teraktualisasinya potensi menjadi aktus. Jadi penciptaan bukanlah sesuatu yang berasal dari ketiadaan (creatio ex nixilo). Pandangan Ibnu Rushd yang ia petik dari buah pikiran Aristoteles ini berimplikasi pada proses tergabungnya bentuk dengan materi. Tuhan dalam hal ini menjadi pencipta unsur-unsur dari gabungan itu sendiri, yang tak lain adalah alam semesta. Pengabungan ini dapat berlangsung secara terus-menerus atau sekaligus. Bagi Ibnu Rushd, hanya penciptaan yang terus-menerus (ihdats da’im), seperti yang ia katakan dalam Tahafut al-Tahafut yang layak bagi penciptaan alam.
Illuminasionisme
Filsafat iluminasi yang dalam bahasa Arab disebut dengan Hikmat al-Isyraq dapat kita ikuti jejaknya mulai dari al-Maqtul Syihab al-Din al-Suhrawardi. Ia lahir di Aleppo, Suriah pada 1154 dan dihukum mati oleh Shaladin pada 1191 atas tuduhan kafir seperti yang diklaim oleh para teolog dan fuqaha. Dalam banyak risalah, al-Suhrawardi menyatakan bahwa pendapat-pendapatnya sesuai dengan metode peripatetik konvensional yang ia sebut sebagai metode diskursif yang baik. Namun metode tersebut tidak lagi memadai bagi mereka yang berusaha mencari Tuhan atau bagi yang ingin memadukan metode diskursif dengan pengalaman batin sekaligus. Menurut al-Suhrawardi, agar dapat melakukan tugas ini, seseorang dapat mengambil jalur filsafat iluminasi  atau Hikmat al-Isyraq.
Inti dari ajaran hikmat al-Isyraq al-Suhrawardi adalah tentang sifat dan pembiasan cahaya. Cahaya ini, menurutnya, tidak dapat didefinisikan karena merupakan realitas yang paling nyata dan yang menampakkan segala sesuatu. Cahaya ini juga merupakan substansi yang masuk ke dalam komposisi semua substansi yang lain. Segala sesuatu selain “Cahaya Murni” adalah zat yang membutuhkan penyangga atau sebagai substansi gelap. Objek-objek materil yang mampu menerima cahaya dan kegelapan sekaligus disebut barzakh.
Dalam hubungannya dengan objek-objek yang berada di bawahnya, cahaya memiliki dua bentuk, yakni cahaya yang terang pada dirinya dan cahaya yang menerangi yang lain. Cahaya yang terakhir ini merupakan penyebab tampaknya segala sesuatu yang tidak bisa tidak beremanasi darinya. Di puncak urutan wujud terdapat cahaya-cahaya murni yang membentuk anak tangga menaik. Pada bagian tertinggi dari urutan anak tangga ini disebut Cahaya di atas Cahaya yang menjadi sumber eksistensi semua cahaya yang ada di bawahnya, baik yang bersifat murni maupun campuran. Oleh al-Suhrawardi cahaya ini juga disebut Cahaya Mandiri, Cahaya Suci atau Wajib al-Wujud.
Filsuf yang juga banyak diinspirasikan oleh Hikmat al-Isyraq al-Suhrawardi namun kemudian memodifikasinya ajaran tersebut sedemikian rupa sehinga menjadi ilm al-huduri (knowledge by presence) adalah Mulla Shadra. Mulla Shadra lahir di Syiraz, Persia  pada tahun 1572 dan belajar pada guru-guru Isyraqi yang pada saat itu sedang menggejala di dalam tradisi filsafat Persia. Karya yang menjadi magnum opus Mulla Shadra  adalah Hikmat al-Muta’aliyah (hikmat transendental) yang lebih dikenal dengan al-asfar al-arba’ah (empat perjalanan). Empat perjalanan yang dimaksud oleh Mulla Shadra dikemukakan dalam al-asfar al-arba’ah sebagai berikut: pertama perjalanan dari makhluk menuju Tuhan, kedua perjalanan menuju Tuhan melalui bimbingan Tuhan, ketiga perjalanan dari Tuhan menuju makhluk melalui bimbingan  Tuhan, dan yang keempat adalah perjalanan di dalam makhluk melalui bimbingan Tuhan.
Salah satu pemikiran Mulla Shadra yang sampai kini masih fenomenal dalam tradisi filsafat di Persia (baca: Iran - saat ini) adalah tentang ‘ilm al-huduri atau knowledge by presence. Ilmu ini biasanya dipertentangkan dengan knowledge by representation (‘ilm al-husuli). Menurut Mulla Shadra perbedaan antara ‘ilm al-huduri dengan ‘ilm al-Husuli ada pada hubungan antara subjek penahu dengan objek yang diketahui. Dalam ‘ilm al-husuli (knowledge by representation), hubungan antara subjek dengan objek jelas terpisah sehingga ada konsep dualisme di dalamnya. Sementara pada ‘ilm al-huduri (knowledge by presence) dualisme itu hilang. Yang ada adalah kesatuan antara subjek penahu dan objek yang diketahui. Salah seorang pakar ‘ilm al-huduri kontemporer, Mehdi Ha’iri Yazdi menulis sebuah buku khusus tentang ‘ilm al-huduri dalam The Prisnciple of Epistemology in Islamic Philosophy: Knowledge by Presence.
Penutup
Seperti yang telah penulis   utarakan di muka, gelombang kebudayaan pra-Islam tidaklah dapat dipisahkan dari perkembangan peradaban Islam klasik yang banyak disebut oleh sejarahwan muslim sebagai masa-masa kejayaan Islam atau golden age. Proses penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India hanya salah satu pintu dialog antar peradaban, sementara tanpa proses reproduksi, penerjemahan hanya menjadi tumpukan karya yang sudah dialihbahasakan belaka. Karenanya, dukungan penguasa saat itu dan dengan gairah keilmuan umat Islam yang luar biasa menjadikan gelombang kebudayaan ini tidak sia-sia. Segala upaya, baik materil maupun semangat juang yang telah ditorehkan dalam bentuk maha karya telah menjadi pilar-pilar peradaban Islam yang sangat menentukan.
Bila peradaban Islam klasik banyak ditopang oleh kebudayaan sebelumnya, hal yang sama juga dialami oleh bangsa Barat pada abad kelimabelas. Semangat kelahiran kembali (renaissans) yang dikobarkan oleh masyarakat Eropa Barat tidak bisa dilepaskan dari peran ilmuwan muslim yang telah menularkan semangat pengetahuan pada masayarakat Eropa saat itu. Khusus dalam bidang filsafat, Jamil Shaliba pernah memberikan catatannya atas pengaruh pemikir Islam di dunia Barat (Eropa). Menurutnya pengaruh peradaban  Islam klasik bagi peradaban Barat Modern masih lebih besar dibandingkan dengan pengaruh peradaban Yunani bagi peradaban Islam klasik. Pada saat ini, setelah terjadi kebangkitan di dunia Islam, umat kembali harus banyak belajar dari para pemikir barat yang sudah jauh meninggalkan dunia Islam.
Sejarah Singkat Kaum Syi’ah
Ide tentang hak Ali beserta anak keturunannya atas jabatan Khalifah atau Imam telah ada sejak saat wafatnya Nabi. Dalam pertemuan di Tsaqifah Bani Saidah, yang berlangsung begitu Nabi wafat sudah ada usul bahwa yang diinginkan untuk menjadi khalifah atau imam adalah dari kalangan Ahlul Bait.
Riwayat lain menceritakan, bersamaan waktunya dengan pertemuan di Tsaqifah Bani Saidah itu berlangsung pula rapat di rumah Fatimah binti Rasulullah yang dipimpin Ali dan dihadiri oleh seluruh keluarga Bani Hasyim. Bahkan dalam riwayat lain disebutkan, Abbas paman Nabi telah mendesak ali untuk meminta kepastian Nabi siapa yang akan ditunjuk menjadi pengganti beliau. Ali menolak permintaan Abbas itu, karena beliau khawatir Nabi menunjuk orang lain, sehingga tertutup kemungkinan baginya untuk menjadi khalifah. Apalagi Ali sendiri tidak yakin, sakit Nabi itu akan menyebabkan kewafatannya.
Jadi pada saat wafatnya Nabi, masyarakat muslim Madinah terpecah kepada tiga kelompok :
1.      Bani Hasyim, termasuk Ali yang menghendaki hak legitimasi itu untuk mereka (ahlul bait).
2.      Muhajirin, yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar dan menghendaki hak kekhilafahan itu untuk kelompok Muhajirin.
3.      Ansor, yang dipimpin oleh Ubadah ibn Shamit dan menginginkan jabatan khalifah itu untuk golongan mereka.
Pemikiran ketiga kelompok tersebut dalam masalah kepemimpinan negara akhirnya dikembangkan oleh tiga golongan, Syi’ah mengembangkan pemikiran kelompok pertama, Sunni mengembangkan ide kelompok kedua dan ide kelompok ketiga dikembangkan oleh Khawarij.


10 Tanda orang yang ikhlas
Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikan adalah sama. Berikut diantara tanda-tanda orang yang ikhlas dalam beramal.
1. Ia tidak mencari popularitas dan tidak menonjolkan diri. Karena ia sadar, sehebat apapun ketenaran disisi manusia tiada berarti di hadapan Allah andaikata tidak memiliki keikhlasan. Seorang hamba ahli ikhlas tidak sibuk menonjolkan diri, menyebut-nyebut amalnya, memamerkan hartanya, keilmuannya, kedudukannya, dan aneka topeng duniawi lainnya. Karena itu tiada berguna kalau Allah menghinakannya
2. Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian. Baginya pujian hanyalah sangkaan orang pada kita, padahal kita tahu keadaan diri kita yang sebenarnya. Bagi seorang yang ikhlas, dipuji, dihargai, tidak dipuji, bahkan dicaci sama saja. Karena baginya pujian dari Allah-lah yang terpenting. Allah-lah tujuan dari segala amalnya.
3. Tidak silau dan cinta jabatan. Allah tidak pernah menilai pangkat dan jabatan seseorang, namun yang dinilai adalah tanggung jawab terhadap amanah dari jabatannya. Maka hamba Allah yang ikhlas tidak bangga dan ujub karena jabatannya.
4. Tidak dipebudak Imbalan dan balas budi. Seorang hamba ahli ikhlas sangat yakin kepada janji dan jaminan Allah, baginya mustahil Allah memungkiri janji-janji-Nya. Bagi seorang hamba yang ikhlas, rezekinya adalah ketika ia berbuat sesuatu bukan ketika mendapatkan sesuatu. Balasannya cukup dari Allah saja, yang pasti, tidak akan meleset, dan tidak akan salah perhitungan-Nya.
5. Tidak mudah kecewa. Seorang yang ikhlas yakin benar bahwa apa yang diniatkan dengan baik, lalu terjadi atau tidak yang ia niatkan itu, semuanya pasti telah dilihat dan dinilai oleh Allah SWT.
6. Tidak Membedakan Amal Besar dan Amal Kecil. Seorang hamba yang ikhlas tidak peduli amal itu kecil dalam pandangan manusia atau tidak, ada yang menyaksikan atau tidak. Karena dihadapan Allah tidak ada satupun amal yang remeh andaikata dilakukan dengan tulus sepenuh hati karena Allah semata.
7. Tidak fanatik golongan. Seorang muslim yang ikhlas sangat sadar bahwa tujuan dari perjuangan hidupnya adalah Allah SWT, maka yang akan dibela pun adalah kepentingan yang diridhoi oleh Allah. Tidak tegantung perasaan pribadi. Selama apa yang diperjuangkan adalah untuk membela agama Islam, maka ia pun akan turut membela.
8. Ringan, lahab dan Nikmat dalam Beramal. Keikhlasan adalah buah keyakinan yang mendalam dari seorang hamba Allah sehingga perbuatan apapun yang disukai oleh Allah, dapat membuatnya bertambah dekat dengan Allah, akan menjadi program kesehariannya. Semua dilakukan dengan ringan, lahab, dan nikmat.
9. Tidak egois karena selalu mementingkan kepentingan bersama. Orang yang ikhlas tidak pernah keberatan dengan keberadaan orang lain yang lebih pandai, lebih sholeh, lebih bermutu darinya. Meski menurut pandangan manusia ia akan tesaingi dengan keberadaan orang yang melebihi dirinya, namun orang yang ikhlas beramal bukan untuk mencari popularitas. Baginya yang terpenting adalah maju bersama demi kepentingan bersama.
10. Tidak Membeda-bedakan dalam pergaulan. Seorang yang ikhlas tidak akan membeda-bedakan teman. Tegur sapanya tidak akan terbatas pada orang tertentu, senyumnya tidak akan terbatas pada yang dikenalnya, dan pintunya selalu terbuka untuk siapa saja.
Subhanallah, demikian luhurnya tanda-tanda seorang hamba yang ikhlas. pakah tanda-tanda tesebut ada dalam diri kita ? Bersyukurlah bagi hamba yang dalam dirinya telah dilingkupi tanda-tanda keikhlasan. Wallahu a’lam bish showab
.

Fadhilat Doa Ashabul Kahfi

بِسۡـــــــــمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡـمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

.
Bercerita mengenai Fadhilat Doa Ashabul Kahfi ini, tentu antum pernah mendengar dan membaca kisah Ashabul Kahfi iaitu perihal sekumpulan pemuda ‘muwahhid’ (MengEsakan Tuhan Pencipta) dan menyembah Allah سبحانه وتعالى yang membenci dan tidak rela dengan keadaan penuh kekafiran masyarakat dan pemerintahan zalim ketika itu. Mereka telah pergi ke sebuah gua di kaki gunung untuk berlindung dan bersembunyi bagi membolehkan mereka menyembah dan mendekatkan diri kepada Allah سبحانه وتعالى dengan bebas dan tenang.
Sebelum memasuki gua tersebut, mereka menadah tangan sambil melafazkan doa berikut demi memohon rahmat dan kebaikan Allah سبحانه وتعالى :
doa ashabul kahfi
 .
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
“(Ingatlah) Ketika pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan Kami! Kurniakanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.” (Surah Al-Kahfi:10)
 .
Maksud Doa
.
Doa di atas bermaksud permohonan kepada Allah سبحانه وتعالى semoga merahmati (dianugerahkan kerahmatan) yang dengan rahmat itu pemohon akan beroleh perlindungan dan keselamatan dari sebarang ancaman. Dan moga ditetap dan diberikan segala bantuan kemudahan, petunjuk serta pimpinan ke arah kebenaran haqiqi hingga ke akhir hayat demi mempertahankan aqidah dan kesejahteraan agama Islam.
.
.
Fadhilat Doa Ashabul Kahfi
.
Doa Ashabul Kahfi di atas amat baik dan sesuai dibaca terutama oleh:
.
  1. Orang yang ingin menemui keimanan sejati.
  2. Mereka yang ingin mendapatkan rahmat Ilahi.
  3. Orang yang mengharapkan petunjuk dari Allah سبحانه وتعالى.
  4. Mereka yang dalam kebingungan dan ingin mencari jalan kebenaran.
  5. Pejuang yang ingin menegakkan keagungan agama Allah سبحانه وتعالى.
  6. Mereka yang mahu mendapatkan kejayaan dalam sesuatu pekerjaan yang dilakukan.
  7. Mereka yang ingin meraiah kesihatan, kesejahteraan dan kebahagiaan abadi.
.
.
Sejarah Doa Ashabul Kahfi
.
Doa Ashabul Kahfi ini adalah doa yang dibaca oleh 7 pemuda yang beriman kepada Allah سبحانه وتعالى hingga mendapat petunjuk daripada-Nya. Doa ini dibaca oleh mereka ketika hendak masuk ke dalam gua sebagai tempat persembunyian untuk menyelamatkan agama mereka, agama yang hak dan bebas daripada segala fitnah dari orang-orang zalim.
Tidak lama kemudian Allah سبحانه وتعالى mengabulkan doa mereka dengan menjadikan mereka tertidur bertahun-tahun lamanya iaitu selama 309 tahun selepas mereka memasuki gua. Dan apabila mereka bangun, keadaan masyarakat sudah berubah sama sekali. Rakyat dan rajanya yang berkuasa ketika itu adalah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah سبحانه وتعالى.
.
Kisah Ashabul Kahfi terkandung dalam Surah Al-Kahfi dari ayat 9-26 atau boleh di baca di sini… Kisah 7 Pemuda Ashabul Kahfi Ditidurkan Selama 309 Tahun Di Dalam Gua.
.
.
والله أعلم بالصواب
WAllah سبحانه وتعالىu A’lam Bish Shawab
(Hanya Allah سبحانه وتعالى Maha Mengetahui apa yang benar)
.

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكَمْ وَرَحْمَةُ اللهُ وَبَرَكَاتُه

Kisah 7 Pemuda Ashabul Kahfi Ditidurkan Selama 309 Tahun Di Dalam Gua

بِسۡـــــــــمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡـمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

kisah ashabul kahfi.
Kisah Ashabul Kahfi (أصحاب الكهف‎) merupakan suatu kisah benar mengenai 7 orang pemuda yang tertidur di dalam sebuah gua. Di dalam Al-Quran, dari ayat 9 hingga 26; Surah Al-Kahfi, diceritakan kisah beberapa orang pemuda beriman yang telah melarikan diri ke sebuah gua dan bagaimana Allah سبحانه وتعالى tidurkan mereka selama 309 tahun.
Jika difikir secara logik akal, maka kisah dan cerita tentang Ashabul Kahfi termasuk suatu kejadian pelik, luar biasa dan menakjubkan. Tiada manusia yang dapat menjelaskan bagaimana ada orang yang boleh tidur sehingga ratusan tahun tanpa makan dan minum. Namun bagi orang yang beriman dan meyakini Allah سبحانه وتعالى bahawa tiada yang mustahil jika Allah سبحانه وتعالى mengkehendakinya demikian.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman;

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا ﴿٩

“Adakah kamu menyangka (wahai Muhammad), bahawa kisah ‘Ashabul Kahfi’ (penghuni gua) dan ‘Ar-Raqiim’ termasuk antara tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?” (Surah Al-Kahfi; Ayat 9)
.
.

Dimanakah Terletaknya Gua Ashabul Kahfi

.
Telah menjadi perdebatan daripada zaman berzaman mengenai gua dan tempat persembunyian Ashabul Kahfi. Banyak tempat mendakwa dimana berlakunya kisah ini seperti di Gua di Jabal Qassiyyun, Syria dan  Gua di Ephesus (Tarsus), Turki. Namun Gua Ashabul Kahfi (Kahf Ahlil Kahf) yang terletak di Abu Alanda, kira-kira 7 km dari pusat bandar Amman, Jordan, merupakan lokasi sejarah yang lebih menepati ciri-ciri yang dikisahkan di dalam Al-Quran.
Kawasan ini suatu ketika dahulu dikenali sebagai ‘Ar-Raqim’ kerana terdapat kesan tapak arkeologi yang bernama Khirbet Ar-Raqim di kawasan tersebut. Perkataan ‘Ar-Raqim’ juga disebut di dalam Al-Quran dan Ahli Tafsir menafsirkan ‘Ar-Raqim’ sebagai nama anjing dan ada menyatakannya sebagai batu bersurat.
Walau bagaimanapun,  Allah سبحانه وتعالى tidak menunjuk dan menyatakan dengan jelas di mana tempat sebenar mereka bersembunyi. Sebab utamanya adalah kerana ia tidak memberi manfaat bagi umat Islam kerana Allah سبحانه وتعالى hanya mahu hamba-Nya mengambil iktibar kisah pejuangan tujuh pemuda mempertahankan akidah mereka.
.
Namun begitu berdasarkan ayat 17 surah al-Kahfi, dapat kita ketahui kedudukan sebenar pintu gua yang menjadi tempat persembunyian ketujuh-tujuh pemuda tersebut berada di sebelah utara.  Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّـهِۗ مَن يَهْدِ اللَّـهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِۖ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا ﴿١٧

“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong ke kanan dari gua mereka; dan apabila ia terbenam, meninggalkan mereka ke arah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Yang demikian ialah dari tanda-tanda (yang membuktikan kekuasaan) Allah. Sesiapa yang diberi hidayah petunjuk oleh Allah, maka dia lah yang berjaya mencapai kebahagiaan; dan sesiapa yang disesatkanNya maka engkau tidak sekali-kali akan beroleh sebarang penolong yang dapat menunjukkan (jalan yang benar) kepadanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 17)
.
.

Kisah Pembuktian

.
Ashabul Kahfi bukanlah kisah epik jenaka, dongeng atau suatu cerita rekaan manusia. Sejarah kejadian tersebut sebenarnya mempunyai hubungan erat dengan kegelisahan Nabi Muhammad ﷺ. Iaitu semasa ditanya oleh beberapa orang Yahudi untuk membuktikannya bahawa Baginda memang seorang Nabi Utusan Allah سبحانه وتعالى.
.
Orang-orang Yahudi bertanya Rasulullah ﷺ, “Wahai Muhammad! Tolong ceritakan kepada kami tentang kisah 7 pemuda yang rela mengasingkan diri untuk mempertahankan keyakinannya kepada Allah سبحانه وتعالى. Jika engkau sanggup menceritakan dengan benar, maka kami juga akan mengikuti ajaranmu dan menjadi sebahagian daripada orang Islam.”
Lalu Nabi Muhammad ﷺ memohon pertolongan pada Allah سبحانه وتعالى dan selepas 15 hari kemudian baginda mendapat wahyu tentang penjelasan kisah Ashabul Kahfi atau cerita mengenai 7 pemuda yang ditanyakan oleh orang Yahudi tersebut. Penjelasan mengenai kisah Ashabul Kahfi ini terdpat pada Surah Kahfi mulai ayat 9 hingga 26, di dalam kitab suci Al-Quran.
.
.

Kisah Ashabul Kahfi

.
Sebagaimana yang telah dikisahkan turun-temurun. Pada asalnya penduduk sebuah negeri itu beriman kepada Allah سبحانه وتعالى dan beribadat mengEsakanNya. Namun keadaan berubah selepas kedatangan seorang raja bernama Diqyanus (Decius).
Raja kufur dari Rom ini, memerintah secara kejam dan kuku besi. Sesiapa yang menentang keinginan raja, maka samalah seperti ingin mengakhiri hidupnya lebih awal. Dia memaksa rakyat di bawah pemerintahannya supaya murtad dari agama Allah سبحانه وتعالى serta bertukar kepada agama kufur dan menyembah batu berhala yang dianutinya. Rakyat yang takut dengan ancaman dan seksaan raja tersebut terpaksa akur dengan arahan yang zalim itu.
.
Dalam pada itu terdapat sekumpulan pemuda beriman enggan tunduk dengan tekanan Raja Diqyanus yang kafir. Di tengah-tengah kekufuran raja, bangsa dan kaum mereka, kesemua tujuh pemuda tersebut secara sembunyi-sembunyi tetap beriman kepada Allah سبحانه وتعالى. Mereka teguh mempertahankan aqidah mereka walaupun menyedari nyawa dan diri mereka mungkin terancam dengan berbuat demikian.
.
Pengesahan keberimanan pemuda-pemuda ini dinyatakan oleh Allah سبحانه وتعالى dalam firmanNya;

نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى ﴿١٣

Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad) perihal mereka dengan benar; Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka hidayah petunjuk.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 13)
.
Kepercayaan dan keyakinan 7 pemuda ini terus bertahan sehingga kemudiannya sampai ke pengetahuan raja dan akhirnya mereka dipanggil mengadap Raja Diqyanus.
Di hadapan raja yang zalim itu, mereka dengan penuh berani dan bersemangat, petah berhujah mempertahankan iman dan prinsip aqidah yang mereka yakini. Pemuda-pemuda tersebut mengakui bahawa hanya ada satu Tuhan yang layak disembah dan diminta pertolongan. DIA-lah Allah سبحانه وتعالى yang Esa, Yang Maha Menguasai alam beserta isinya yang kekal abadi dan tidak akan ada sebarang kekurangan, DIA-lah tempat kita meminta pertolongan dalam susah atau senang, suka mahupun duka.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman dan menceritakan peristiwa mereka berhujjah;

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَن نَّدْعُوَ مِن دُونِهِ إِلَـٰهًاۖ لَّقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا ﴿١٤﴾ هَـٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ آلِهَةًۖ لَّوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِم بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّـهِ كَذِبًا ﴿١٥

“Dan Kami telah meneguhkan hati mereka sewaktu mereka berdiri (di hadapan raja) lalu mereka berkata (membentangkan dan menegaskan tauhid): “Tuhan kami adalah Tuhan (yang mencipta dan mentadbirkan) langit dan bumi; kami tidak sekali-kali akan menyembah Tuhan selain Dia, sesungguhnya jika kami menyembah yang lainnya bermakna kami memperkatakan dan mengakui sesuatu yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah سبحانه وتعالى?” (Surah Al-Kahfi; Ayat 14-15)
.
Raja Decius dan pengikut-pengikutnya terkejut dan gagal menjawabnya. Walaupun tidak mampu membalas hujah-hujah yang mantap dari pemuda-pemuda beriman tersebut, raja yang kufur dan zalim itu tetap berkeras mahu mereka murtad daripada agama mereka.
Raja Diqyanus menggunakan kekuasaan yang ada padanya untuk mengancam dan memaksa para pemuda meninggalkan agama mereka, jika dalam tempoh 2 hari para pemuda tersebut gagal membuat demikian dan tidak mahu mengubah keyakinan mereka dengan segera, maka mereka akan dimurtadkan secara paksa atau akan dijatuhi hukum mati.
.
Ramai ‘mufassirin’ (ahli tafsir) generasi salaf dan ‘khalaf’ (generasi awal Islam dan generasi yang terkemudiannya) yang menyebutkan, para pemuda tersebut terdiri daripada anak-anak raja Rom dan orang-orang terhormat mereka yang bersatu kerana iman. Mereka tidak takut dengan ancaman itu dan telah bertekad untuk saling bantu-membantu dan mempertahankan keimanan mereka hingga titisan darah terakhir. Bagi mereka lebih baik mati menggenggam iman daripada mengikuti jejak raja yang menyekutukan Allah سبحانه وتعالى.
.
Oleh kerana sayangkan aqidah dan agama mereka, pemuda-pemuda tersebut bermesyuarat sesama sendiri untuk mencari satu keputusan muktamad. Kumpulan pemuda itu akhirnya membuat kesepakatan untuk bersembunyi.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman ;

 وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّـهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُم مِّن رَّحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُم مِّنْ أَمْرِكُم مِّرْفَقًا ﴿١٦

“Dan oleh kerana kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah سبحانه وتعالى, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari rahmat-Nya kepada kamu dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk menjayakan urusan kamu dengan memberi bantuan yang berguna.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 16)
.
Akhirnya mereka memutuskan untuk lari bersembunyi dan berlindung ke suatu tempat tersorok di kawasan pendalaman. Berangkatlah mereka bertujuh ke kawasan pergunungan bernama Nikhayus. Di situ terdapat sebuah gua untuk dijadikannya tempat bersembunyi dan di pintu gua itulah mereka berdoa sebelum memasukinya.
Allah سبحانه وتعالى berfirman pada ayat 10, Surah Al-Kahfi;

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا

(Ingatkanlah peristiwa) ketika sekumpulan pemuda pergi ke gua, lalu mereka berdoa:
doa ashabul kahfi
.
Menurut para ulama’ Ashabul kahfi (penghuni gua) yang dimaksudkan dalam ayat di atas, terdiri daripada tujuh orang pemuda bernama;
  1. Tamlikha (تمليخا)
  2. Maksalmina (مكسلمينا)
  3. Marthunus (مرطونس)
  4. Nainunus (نينونس)
  5. Saryunus (ساريونس)
  6. Zunuwanus (ذونوانس)
  7. Falyastathyunus (فليستطيونس)
.
Dan semasa dalam perjalanan ke gua itu, ketujuh-tujuh mereka telah ditemani oleh seekor anjing bernama Qithmir (قطمير). Diriwayatkan juga bahawa Qitmir adalah anjing milik Tamlikha iaitu salah seorang daripada tujuh orang pemuda tersebut.
Anjing itu turut bersama-sama dengan mereka berlindung dan bersembunyi di dalam gua tersebut. Oleh kerana keletihan, ketujuh pemuda ini tertidur sementara si anjing berada di sekitar pintu gua.
.
Keesokan harinya raja memerintahkan agar segera membawa para pemuda untuk dihukum mati, tetapi arahan raja kejam ini menemui kegagalan kerana para pemuda telah menghilangkan diri dan sukar ditemui. Seluruh rakyat dikerahkan untuk mencari para pemuda yang dianggap menderhaka itu.
.
.

Pencarian

.
Pencarian pun bermula, mereka diburu oleh para pembantu setia raja. Mereka bukan sahaja diburu oleh tentera Rom bahkan turut diberi tekanan oleh penduduk tempatan yang berpegang kuat terhadap agama nenek moyang mereka. Sesiapa di kalangan mereka yang mampu mencari dan membawa pemuda-pemuda tersebut ke hadapan, raja telah berjanji untuk memberikan hadiah dan kenaikan pangkat.
Ada sekumpulan pencari dan pegawai kerajaan yang akhirnya menemui sebuah gua di kawasan pedalaman. Tetapi oleh kerana gua itu dianggap sangat menggerunkan, mereka takut untuk memasukinya.
FirmanNya lagi;

 وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا ﴿١٨

“…dan anjing mereka menghulurkan dua kaki depannya dekat pintu gua. Dan jika kamu melihat mereka, tentulah kamu akan berpaling melarikan (diri) dari mereka, dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi rasa gerun takut kepada mereka.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 18)
.
Demi menyenangkan hati raja, para pegawai kerajaan melaporkan bahawa mereka telah menyusuri semua tempat di negeri tersebut dan telah menutup sebuah gua dengan tujuan sekiranya para pemuda tersebut berada di dalam, maka mereka tidak akan boleh keluar dan akan mati kelaparan.
Itulah batas logik manusia yang mempunyai kuasa dan merasa paling hebat berbanding dengan yang lain, padahal kita semua mengetahui bahawa terdapat suatu kekuatan yang tidak mungkin boleh ditakluki oleh kuasa akal dan fikir manusia. Dialah Allah سبحانه وتعالى yang tak akan membiarkan orang-orang membuat kerosakan dan penderitaan kepada hamba-hamba yang dikasihiNya.
.
.

Jasad Terpelihara

.
Sementara itu di dalam gua, kesemua tujuh pemuda tersebut diberi ketenangan dan keselamatan oleh Allah سبحانه وتعالى. Mereka telah ditidurkan oleh Allah سبحانه وتعالى dengan nyenyaknya dalam gua tersebut untuk sekian lama.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman tentang mereka di dalam gua;

فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا ﴿١١

“Lalu Kami tidurkan mereka dengan nyenyaknya di dalam gua itu bertahun-tahun lamanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 11).
.
Allah سبحانه وتعالى ingin menzahirkan bukti-bukti kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya melalui peristiwa ini. Maka Allah سبحانه وتعالى telah mentakdirkan pemuda-pemuda ini tidur dalam jangka masa yang sangat lama iaitu selama 309 tahun: tiga ratus tahun (dengan kiraan ahli kitab / Tahun Masihi) dan tambah sembilan tahun lagi (dengan kiraan kamu / Tahun Hijrah).
Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا ﴿٢٥

“Dan mereka telah tinggal tidur dalam gua mereka selama tiga ratus tahun (dengan kiraan ahli Kitab), dan hendaklah kamu tambah sembilan tahun lagi (dengan kiraan kamu) (yakni menjadi 309 tahun).” (Surah Al-Kahfi; Ayat 25)
.
Walaupun mereka tidur amat lama dan tanpa makan dan minum, tetapi dengan kuasa Allah سبحانه وتعالى, badan dan jasad mereka tidak hancur atau rosak. Dengan kuasaNya juga, kedudukan gua tempat persembunyian ketujuh-tujuh pemuda yang berada di sebelah utara secara tidak langsung telah memelihara pencahayaan, pengudaraan dan kesegaran tubuh mereka sepanjang 3 abad itu.
Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّـهِۗ مَن يَهْدِ اللَّـهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِۖ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا ﴿١٧

“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong ke kanan dari gua mereka; dan apabila ia terbenam, meninggalkan mereka ke arah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Yang demikian ialah dari tanda-tanda (yang membuktikan kekuasaan) Allah. Sesiapa yang diberi hidayah petunjuk oleh Allah, maka dia lah yang berjaya mencapai kebahagiaan; dan sesiapa yang disesatkanNya maka engkau tidak sekali-kali akan beroleh sebarang penolong yang dapat menunjukkan (jalan yang benar) kepadanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 17)
.
Allah سبحانه وتعالى sengaja memberi ilham kepada ketujuh-tujuh pemuda tersebut untuk menemui gua tersebut sedangkan mereka sendiri tidak mengetahui bahawa Allah سبحانه وتعالى telah menetapkan aturannya. Bahkan Allah سبحانه وتعالى menyatakan bahawa; jika kita lihat keadaan mereka di dalam gua itu, nescaya kita tidak akan percaya bahawa mereka sedang tidur. Maha Suci Allah Yang Maha Bijaksana.
FirmanNya lagi;

 وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِۖ وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا ﴿١٨

“Dan engkau sangka mereka sedar padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka dalam tidurnya ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri (supaya badan mereka tidak dimakan tanah), sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 18)
.
.

Kebangkitan

.
Masa terus berlalu, zaman pun telah berganti dari beberapa generasi. Kini kerajaan yang dahulu dipimpin oleh raja kejam dan musyrik telah berubah menjadi sebuah negeri yang maju dan bebas dalam menjalani keyakinan agama masing-masing.
Apabila sampai tempoh yang ditetapkan Allah سبحانه وتعالى (300 + 9 tahun), mereka pun dibangunkan. Pemuda-pemuda tersebut telah terjaga kerana perut mereka terasa lapar, dan ketika bangun mereka saling bertanya tentang berapa lama mereka tertidur. Para pemuda menyangka mereka hanya tertidur dalam masa sehari atau separuh hari sahaja, tanpa menyedari bahawa mereka telah tidur dalam jangka masa yang amat lama di dalam gua.
.
Firman Allah سبحانه وتعالى;

قَالَ قَآئِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ

“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari….. (Surah Al-Kahfi; Ayat 19)
.
Atas rasa lapar itu, lalu sebahagian daripada mereka mencadangkan agar dihantar seorang wakil untuk ke bandar bagi mencari sesuatu untuk di makanan. Akhirnya mereka memilih pemuda bernama Tamlikha untuk ke kota Afsus. Kebetulan semasa mereka melarikan diri dulu mereka membawa bersama bekalan wang perak.
Firman Allah سبحانه وتعالى menceritakan cadangan sebahagian dari mereka itu;

وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْۚ قَالَ قَائِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هَـٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا ﴿١٩﴾ إِنَّهُمْ إِن يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَن تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا ﴿٢٠

“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa wang perak kamu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang paling baik (yakni yang bersih dan halal), maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kamu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kamu kepada seseorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, nescaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian nescaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 19-20)
.
Lihatlah betapa bersihnya hati dan akhlak mereka. Walaupun dalam keadaan yang cemas dan sukar serta kelaparan, mereka masih berpesan kepada sahabat mereka yang ditugaskan ke kota mencari makanan itu supaya mencari dan memilih makanan yang bersih lagi halal. Ini menandakan bahawa mereka adalah pemuda-pemuda yang bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى.
Walaupun Allah سبحانه وتعالى menyatakan dalam ayat di atas bahawa para pemuda tadi amat berhati-hati dan berjaga-jaga agar jangan diketahui orang lain kerana mereka menyangka raja yang memerintah negeri masih lagi raja kafir yang dahulu, namun Allah سبحانه وتعالى telah mentakdirkan supaya berita tentang mereka diketahui oleh hamba-hambaNya yang lain bagi menunjukkan akan keagungan kekuasaan dan kehebatanNya.
.
Semasa pemuda-pemuda Ashabul Kahfi itu dibangkitkan Allah سبحانه وتعالى selepas tidur selama 309 tahun, suasana negeri telah banyak berubah. Kebetulan Raja dan pemerintah negeri merupakan orang yang beriman kepada Allah سبحانه وتعالى, begitu juga dengan kebanyakan rakyatnya.
Namun masih terdapat segelintir rakyat dalam negeri itu yang masih ragu-ragu dan mempertikaikan tentang kebenaran kiamat; mereka masih ragu-ragu bagaimana Allah سبحانه وتعالى boleh menghidupkan orang yang telah mati? Apatah lagi yang telah beribu malah berjuta tahun lamanya dimakan tanah. Maka bertepatanlah masanya Allah سبحانه وتعالى membangkitkan Ashabul Kahfi pada zaman tersebut dan menzahirkan kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya yang masih lagi ragu-ragu.
.
Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّـهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ

“Dan demikianlah Kami dedahkan hal mereka kepada orang ramai supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah سبحانه وتعالى menghidupkan orang mati adalah benar, dan bahawa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 21)
.
Pendedahan ini berlaku semasa orang ramai bertelagah sesama sendiri mengenai perkara hidupnya semula orang mati. Allah سبحانه وتعالى telah mendedahkan perihal pemuda-pemuda Ashabul Kahfi semasa wakil mereka itu datang ke kota hendak membeli makanan.
Pemuda yang keluar menuju ke pasar mencari makanan. Dengan perasaan khuatir dan takut, akhirnya sampai ke kota. Dia berasa hairan melihat keadaan kota tersebut dan penduduknya yang berubah sama sekali, tidak seperti ketika ditinggalkan dahulu.
.
Dalam terpinga-pinga itu, akhirnya sampai juga dia ke pasar dan menemui salah seorang penjaja makanan. Namun penjual hairan dan pelik dengan wang yang digunakan oleh pemuda ini. Penduduk kota yang telah kehairanan melihat keadaan dia dan mereka semakin syak apabila melihat wang perak yang dibawanya ialah wang yang sudah berzaman tidak digunakan lagi.
Dia telah disyaki menjumpai harta karun lalu dipanggil penguasa pasar yang sangat bijak. Dalam perbualannya, maka terbuktilah kepada orang ramai bahawa pemuda itu adalah pemuda yang lari dari kepungan raja pada tiga abad yang silam. Mereka mengetahui akan peristiwa itu, daripada cerita yang masyhur dan telah disedia maklum oleh orang ramai. Larinya pemuda-pemuda itu kerana tidak rela menjual agama mereka kepada raja yang zalim dan memaksa mereka untuk menyembah batu.
.
Lalu salah seorang di antara mereka berkata kepada pemuda tersebut: “Janganlah kamu khuatir kepada raja ganas yang kamu katakan tadi. Raja itu sudah mati 300 tahun yang lalu. Raja yang memerintah sekarang ini adalah seorang raja mukmin yang soleh juga baik hati. Raja kami yang sekarang ini orangnya beriman seperti mana yang kamu imani.”
Barulah pemuda itu sedar dan insaf akan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Dengan ketenangan yang amat jelas serta dengan alasan dan bukti-bukti yang cukup terang, maka terbuktilah bahawa mereka berada dalam gua bukan semalam atau setengah hari tetapi sudah tiga abad lamanya.
.
Orang ramai kemudiannya membawa pemuda tersebut mengadap raja beriman yang mengambil berat hal agama itu. Betapa terkejutnya raja ketika pemuda menceritakan siapa dia sebenarnya, raja memeluk pemuda dengan juraian air mata yang tak terhingga. Seketika suasana istana menjadi sangat hening dan terharu oleh kehadiran pemuda yang luar biasa tersebut.
Raja yang soleh ini kemudian menjelaskan kepada pemuda itu bahawa raja kejam Diqyanus telah mati 309 tahun yang lalu. Selepas mendengar kisah menakjubkan itu, raja lalu mengajak para pembesarnya dan semua orang yang hadir berangkat ke Gua Ashabul Kahfi bersama wakil pemuda itu, untuk menjemput dan bertemu dengan kesemua pemuda tersebut, apalagi mereka sedang menunggu dengan kelaparan dalam gua, di samping ingin mengetahui keadaan di gua dan untuk mendengar kisah sebenar mereka.
.
Setelah mereka keluar dari gua itu, mereka disambut raja dan penduduk negeri. Raja membawa mereka ke dalam istana dan diberinya tempat di istana yang indah itu. Tidak lama kemudian walaupun raja berkali-kali meminta agar para pemuda ini tetap tinggal di istana, tapi kumpulan pemuda tersebut menolak dengan baik dan tetap memilih untuk kembali ke gua semula.
Para pemuda tadi lalu berkata kepada raja: “Kami ini sudah tidak mengharap hidup yang lebih panjang lagi kerana kami sudah melepasi beberapa keturunan dan kesemuanya telah meninggal dunia, malah negeri dan binaan besar yang dahulu pun sudah runtuh semuanya; yang kami lihat sekarang ini adalah serba baru. Kami pun puas hati melihat raja dan penduduk yang hidup di negeri ini sudah sama-sama beriman kepada Allah سبحانه وتعالى.”
Di hadapan orang ramai, para pemuda ini menyarankan supaya mereka hendaklah sentiasa beriman kepada Allah سبحانه وتعالى, jangan sesekali tunduk kepada sesiapa yang mengajak pada jalan kesesatan dan kemusyrikan.
.
Tidak lama kemudian selepas mereka memberi ucapan selamat tinggal kepada raja dan rakyatnya yang beriman itu. Para pemuda lalu sama-sama bersujud dan berdoa ke hadhrat Allah سبحانه وتعالى agar menurunkan rahmatNya dan agar Allah سبحانه وتعالى mengizinkan mereka pulang ke rahmatullah. Sejurus selepas mengucapkan doa itu mereka merebahkan badan di tempat pembaringan lalu menghembuskan nafas mereka yang terakhir dengan tenang dan tenteram. Termaklumlah bahawa Allah سبحانه وتعالى telah mengambil roh pemuda-pemuda itu dan kembali kepadaNya untuk selama-lamanya.
Keadaan dan kejadian itu, menjadi asas yang amat kuat bagi mereka untuk tetap beriman dan tunduk kepada Allah سبحانه وتعالى, Tuhan yang Maha Kuasa. Mereka makin percaya bahawa janji Allah سبحانه وتعالى itu benar belaka dan Hari Qiamat serta akhirat itupun benar semuanya.
.
Sepeninggalan para pemuda itu, orang ramai lalu berbincang bagaimana cara untuk memberi penghormatan sewajarnya agar mereka sentiasa dapat memperingati pemuda-pemuda suci itu. Ada yang mencadangkan supaya didirikan sebuah bangunan atau tugu sebagai kenangan. Manakala Raja mencadangkan agar sebuah masjid (rumah ibadat) dibinakan di sisi gua itu supaya dari dalam masjid itu orang ramai dapat sama-sama menyembah dan membesarkan nama Allah dan sentiasa insaf akan kebesaran Allah سبحانه وتعالى.
.
Hal ini diceritakan Allah سبحانه وتعالى dengan firmanNya;

 فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًاۖ رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا ﴿٢١

“Setelah itu maka (sebahagian dari mereka) berkata: “Dirikanlah sebuah bangunan di sisi (gua) mereka, Allah سبحانه وتعالى jualah yang mengetahui akan hal ehwal mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (pihak raja) pula berkata: “Sesungguhnya kami hendak membina sebuah masjid di sisi gua mereka.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 21)
.
.

Penutup

.
Allah سبحانه وتعالى menerangkan kisah Ashab al-Kahfi ini bukanlah sesuatu yang ganjil dan menghairankan jika dibandingkan dengan ayat-ayat lain. Banyak lagi kejadian lain seumpamanya yang menunjukkan kekuasaan Allah سبحانه وتعالى, Yang Maha Kuasa mengatur alam menurut kehendak-Nya tanpa ada yang mampu menandinginya seperti penciptaan langit dan bumi serta segala yang ada di alam ini lebih mengagumkan lagi.
Sepertimana dikatakan Prof. Hamka; Maksud ayat al-Kahfi ini adalah apakah engkau menyangka atau manusia menyangka bahawa manusia yang dicipta Allah tertidur beratus tahun di dalam gua yang sunyi terpencil itu sudah sebahagian daripada kuasa Allah سبحانه وتعالى? Padahal banyak lagi takdir Allah سبحانه وتعالى di dalam alam ini yang lebih menakjubkan dan lebih ganjil.
Pada hakikatnya, kisah yang penuh pengajaran ini masih belum cukup untuk menarik perhatian umum. Justeru marilah kita melakukan amal kebaikan dan menjadikan kehidupan sebagai suatu cita-cita luhur bagi meraih kebaikan dunia atau akhirat. Insya‘Allah…
.
.
والله أعلم بالصواب
WAllah سبحانه وتعالىu A’lam Bish Shawab
(Hanya Allah سبحانه وتعالى Maha Mengetahui apa yang benar)